Rabu, 19 Februari 2014

SKRIPSI BAB II UPAYA MENINGKATKAN KREATIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA KONSEP AKHLAK TERPUJI DENGAN MENERAPKAN TEKNIK PEMBIASAAN



BAB II
LANDASAN TEORITIS

A.    Kreativitas Belajar Siswa
1.      Pengertian Kreativitas
Untuk lebih menjelaskan pengertian kreativitas, akan dikemukakan beberapa perumusan yang merupakan kesimpulan para ahli mengenai kreativitas.
a.        “Kreativitas adalah kemampuan untuk membuat kombinasi baru, berdasarkan data, informasi, atau unsur-unsur yang ada”.
Biasanya, orang mengartikan kreativitas sebagai daya cipta, sebagai kemampuan untuk menciptakan hal-hal baru. Sesungguhnya apa yang diciptakan itu tidak perlu hal-hal yang baru sekali, tetapi merupakan gabungan (kombinasi) dan hal- hal yang sudah ada sebelumnya. Yang dimaksud dengan data, informasi, atau unsur-unsur yang ada, dalam anti sudah ada sebelumnya, atau sudah dikenal sebelumnya, adalah semua pengalaman yang telah diperoleh seseorang selama hidupnya. Di sini termasuk segala pengetahuan yang pernah diperolehnya baik selama di bangku sekolah maupun yang dipelajarinya dalam keluarga dan dalam masyarakat. Jelaslah, makin banyak pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki seseorang makin memungkinkan dia memanfaatkan dan menggunakan segala pengalaman dan pengetahuan tersebut untuk bersibuk diri secara

kreatif. Gagasan-gagasan yang kreatif, hasil-hasil karya yang kreatif tidak muncul begitu saja. Untuk dapat menciptakan sesuatu yang bermakna dibutuhkan persiapan. Masa seseorang akan duduk di bangku sekolah termasuk masa persiapan, ini karena pendidikan mempersiapkan seseorang agar dapat memecahkan masalah-masalah. Demikianlah, semua data (pengalaman) memungkinkan seseorang mencipta, yaitu dengan menggabung-gabungkan (mengkombinasi) unsur-unsurnya menjadi sesuatu yang baru.
b.         “Kreativitas (berfikir kreatif atau berfikir divergen) adalah kemampuan, berdasarkan data atau informasi yang tersedia, menemukan banyak kemungkinan jawaban terhadap suatu masalah, di mana penekanannya adalah pada kuantitas, ketepatgunaan, dan keragaman jawaban.”
Makin banyak kemungkinan jawaban yang akan dapat diberikan terhadap suatu masalah, makin kreatif pula seseorang. Tentu saja jawaban-jawaban itu harus sesuai dengan masalahnya. Jadi, tidak semata-mata banyaknya jawaban yang dapat diberikan yang dapat menentukan kreativitas seseorang, tetapi juga kualitas mutu dan jawabannya.
c.        Jadi, secara operasional kreativitas dapat dirumuskan sebagai “kemampuan yang mencerminkan kelancaran, keluwesan (fleksibilitas), dan orisinalitas dalam berfikir, serta kemampuan untuk mengelaborasi (mengembangkan, memperkaya, memperinci) suatu gagasan”.
Kemampuan memberikan penilaian atau evaluasi terhadap suatu objek atau situasi juga mencerminkan kreativitas, jika dalam penilaiannya seseorang mampu melihat obyek, situasi, atau masalahnya dan sudut pandang yang berbeda-beda. Misalnya anak diberi gambar atau uraian mengenai suatu obyek atau keadaan dan ia diminta mengatakan apa saja yang kurang atau tidak cocok pada gambar atau uraian tersebut. Anak dapat juga diminta untuk memberi gagasan-gagasan, dengan cara-cara apa saja ia dapat memperbaiki atau meningkatkan suatu benda atau produk, misalnya suatu alat permainan.
Banyak kegiatan yang dapat dirancang oleh pendidik yang semuanya bersifat meningkatkan kreativitas anak. Tugas-tugas yang bersifat mengembangkan kreativitas anak selalu menuntut anak untuk memikirkan bermacam-macam kemungkinan jawaban, bermacam-macam gagasan dalam memecahkan suatu masalah, tidak hanya satu. Inilah yang disebut berfikir divergen, pemikiran ke macam-macam arah, berbeda dengan berfikir konvergen di mana anak tertuju untuk memberikan satu jawaban yang paling tepat terhadap suatu persoalan.[1]
Kreativitas yang dibina dan dikembangkan secara serius, akan menghasilkan kadar intelektualitas yang progresif. Sebab intelektualitas sangat sulit dikembangkan lebih jauh tanpa terlebih dahulu mengembangkan nilai-nilai kreativitas individu pembelajar. Jika intelektualitas masih bisa dikembangkan melalui daya kreativitas, diduga kreativitas orang itu akan terpasang oleh monumental prestasi dirinya yang prestisius. Seseorang yang memiliki karakter demikian, maka wawasan keilmuan yang dimilikinya akan berjalan ditempat setara dengan kemalasannya dalam mengembangkan nilai-nilai kreativitas yang mestinya menjadi haknya untuk dikembangkan lebih jauh.
Semakin aktif seseorang menekuni bidang kreativitasnya, maka akan semakin membukakan pintu terhadap pengembangan kadar intelektualnya. Sebab, karir intelektual seseorang akan sangat ditentukan dengan pengembangan daya kreativitas yang dimiliki oleh dirinya itu.[2]
2.      Ciri-ciri Kreativitas
Salah satu aspek penting dalam kreativitas adalah memahami ciri-cirinya. Upaya menciptakan iklim yang kondusif bagi perkembangan kreativitas hanya mungkin dilakukan jika memahami terlebih dahulu sifat-sifat kemampuan kreatif dan iklim lingkungan yang mengitarinya.
Supriyadi mengatakan bahwa ciri-ciri kreativitas dapat dikelompokan dalam dua kategori, kognitif dan non kognitif. Ciri kognitif diantaranya orisinalitas, fleksibilitas, kelancaran, dan elaborasi. Sedangkan ciri non kognitif diantaranya motivasi sikap dan kepribadian kreatif. Kedua ciri ini sama pentingnya, kecerdasan yang tidak ditunjang dengan kepribadian kreatif tidak akan menghasilkan apapun. Kreativitas hanya dapat dilahirkan dan orang cerdas yang memiliki kondisi psikologis yang sehat. Kreativitas tidak hanya perbuatan otak saja namun variabel emosi dan kesehatan mental sangat berpengaruh terhadap lahirnya sebuah karya kreatif. Kecerdasan tanpa mental yang sehat sulit sekali dapat menghasilkan karya kreatif.
Sedangkan mengenai 24 ciri kepribadian yang ditemukannya dalam berbagai studi, adalah sebagai berikut :
1.      Terbuka terhadap pengalaman baru.
2.      Fleksibel dalam berfikir dan merespons.
3.      Bebas dalam menyatakan pendapat dan perasaan.
4.      Menghargai fantasi.
5.      Tertarik pada kegiatan kreatif.
6.      Mempunyai pendapat sendiri dan tidak terpengaruh oleh orang lain.
7.      Rasa ingin tahu yang besar.
8.      Toleran terhadap perbedaan pendapat dan situasi yang tidak pasti.
9.      Berani mengambil resiko yang diperhitungkan.
10.  Percaya diri dan mandiri.
11.  Memiliki tanggung jawab dan komitmen kepada tugas.
12.  Tekun dan tidak mudah bosan.
13.  Tidak kehabisan akal dalam memecahkan masalah.
14.  Kaya akan inisiatif.
15.  Peka terhadap situasi lingkungan.
16.  Lebih berorientasi ke masa kini dan masa depan daripada masa lalu.
17.  Memiliki citra diri dan stabilitas emosi yang baik.
18.  Tertarik kepada hal-hal yang abstrak, kompleks, holistis, dan mengandung teka-teki.
19.  Memiliki gagasan yang orisinal.
20.  Mempunyai minat yang luas.
21.  Menggunakan waktu luang untuk kegiatan yang bermanfaat dan konstruktif bagi pengembangan diri.
22.  Kritis terhadap pendapat orang lain.
23.  Senang mengajukan pertanyaan yang baik.
24.  Memiliki kesadaran etika-moral dan estetik yang tinggi.[3]
Ciri-ciri kreativitas yang telah dibahas diatas (kelancaran, fleksibilitas, orisinalitas, elaborasi, atau perincian) merupakan ciri-ciri kreativitas yang berhubungan dengan kemampuan berfikir seseorang, dengan kemampuan berfikir kreatif. Makin kreatif seseorang ciri-ciri tersebut makin dimiliki.
Namun memiliki ciri-ciri berfikir tersebut belum menjamin perwujudan kreativitas seseorang. Ciri-ciri lain yang berkaitan dengan perkembangan efektif seseorang sama pentingnya agar bakat kreatif seseorang dapat terwujud. Ciri-ciri yang menyangkut sikap dan perasaan seseorang disebut ciri-ciri efektif dan kreativitas. Motivasi atau dorongan dan dalam untuk berbuat sesuatu, pengabdian atau pengikatan diri terhadap suatu tugas termasuk ciri-ciri efektif kreativitas.[4]
3.      Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kreativitas
Faktor-faktor yang mempengaruhi kreativitas menurut Rogers adalah sebagai berikut :
a.        Motivasi
Pada setiap orang ada kecenderungan atau dorongan untuk mewujudkan potensinya dan mewujudkan dirinya; dorongan untuk berkembang dan menjadi matang, dorongan mi merupakan motivasi primer untuk kreativitas ketika individu membentuk hubungan-hubungan dengan lingkungannya dalam upaya menjadi dirinya sepenuhnya.
b.        Kondisi eksternal
Bibit unggul memerlukan kondisi yang memupuk dan memungkinkan bibit itu mengembangkan sendiri potensinya. Kita dapat mengupayakan lingkungan atau (kondisi eksternal) yang dapat memupuk dorongan dalam din anak (internal) untuk mengembangkan kreativitasnya dengan beberapa cara, diantaranya:
1.      Keamanan psikologi, mi dapat terbentuk dengan beberapa proses yang saling berhubungan, diantaranya:
a)          Menerima individu sebagaimana adanya dengan segala kelebihan dan keterbatasannya
b)         Memberikan pengertian secara empiris (dapat ikut menghayati). Dalam suasana mi memungkinkan untuk timbul, untuk diekspresikan dalam bentuk-bentuk baru dalam hubungan dengan lingkungan, inilah path dasarnya yang disebut memupuk kreativitas
2.      Kebebasan psikologi, jika orang tua atau guru mengizinkan atau memberikan kesempatan pada anak untuk bebas mengekspresikan secara simbolis pikiran-pikiran atau perasaan-perasaannya, memberikan kebebasan dalam berfikir atau merasa sesuai dengan apa yang ada dalam pikirannya.[5]

B.     Pendidikan Agama Islam
Para ahli berbeda-beda dalam merumuskan pengertian “Pendidikan Agama Islam”, diantaranya :
Muhammad Athiyah A1-Abrasyi memberikan pengertian bahwa pendidikan Islam (At-Tarbiyah A1-Islamiyah) mempersiapkan manusia hidup dengan sempurna dan bahagia, mencintai tanah air, segenap jasmaniyahnya; sempurna budi pekertinya (akhlaknya), teratur pikiranya, halus perasaannya, mahir dalam pekerjaannya, mahir tutur katanya dengan lisan dan tulisan.
Menurut Abmad D. Marimba: Pendidikan Islam adalah bimbingan jasmani dan rohani berdasarkan hukum-hukum agama Islam menuju kepada terbentuknya pribadi utama menurut ukuran-ukuran Islam.
Dengan memperhatikan kedua definisi diatas maka berarti Pendidikan Islam adalah suatu proses edukasi yang mengarah kepada pembentukan akhlak atau kepribadian. Pengertian pendidikan seperti disebutkan diatas mengacu kepada suatu sistem yaitu “Sistem Pendidikan Islam”.
Menurut Abdur Rabman Nahiawi: Pendidikan Islam ialah mengatur pribadi dan masyarakat yang karenanya dapatlah memeluk Islam secara logis dan sesuai secara keseluruhan baik dalam kehidupan individu maupun kolektif.
Menurut Burlian Shomad: Pendidikan Islam adalah pendidikan yang bertujuan membentuk individu menjadi makhluk yang bercorak diri berderajat tinggi menurut ukuran Allah dan isi pendidikannya untuk mewujudkan tujuan itu adalah ajaran Allah.
Secara rinci beliau mengemukakan Pendidikan itu disebut pendidikan Islam apabila memiliki ciri khas yaitu :
a.       Tujuan untuk membentuk individu menjadi bercocok din tertinggi menurut ukuran Al-Qur’an.
b.      Isi pendidikan ajaran Allah yang tercantum dengan lengkap di dalam Al-Qur’an yang pelaksanaannya didalam praktek hidup sehari-hari sebagaimana dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW.[6]



  1. Ruang Lingkup PAI
Ruang lingkup PAI mencakup kegiatan-kegiatan kependidikan yang dilakukan secara konsisten dan berkesinambungan dalam bidang atau lapangan hidup manusia meliputi :
1)      Lapangan hidup keagamaan, agar perkembangan pribadi manusia sesuai dengan norma-norma ajaran islam.
2)      Lapangan hidup berkeluarga, agar berkembang menjadi keluarga sejahtera.
3)      Lapangan hidup ekonomi, agar dapat berkembang menjadi sistem kehidupan yang bebas dari penghisapan manusia oleh manusia.
4)      Lapangan hidup kemasyarakatan, agar terbina masyarakat yang adil dan makmur dibawah ridho dan ampunan Allah SWT.
5)      Lapangan hidup politik, agar tercipta sistem demokrasi yang sehat dan dinamis sesuai ajaran islam.
6)      Lapangan hidup ilmu pengetahuan, agar berkembang menjadi alat untuk mencapai kesejahteraan hidup umat manusia yang dikendalikan oleh iman.[7]
  1. Faktor-Faktor Pendidikan Islam
Ilmu Pendidikan Islam dilihat dari psikologis dan paedagogis mencakup 5 faktor, yaitu sebagai berikut :


a.       Aktor Tujuan (Cita-cita)
Pendidikan adalah suatu sistem di dalam, dimana terjadi proses kependidikan yang berusaha mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan. Tujuan pendidikan adalah suatu nilai ideal yang hendak diwujudkan melalui proses kependidikan itu. Pendidikan apapun senantiasa kontekstual dengan nilai-nilai atau bahkan komitmen dengan tata nilai.
Pendidikan Islam yang membawakan dan menanamkan nilai-nilai Islami, lebih banyak beronientasi kepada nilai-nilai ajaran Islam.
b.      Faktor Pendidik
Pendidik yang tertera dalam UU SISDIKNAS path ketentuan umum pasal 1 ayat 6 bahwa pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualitas sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhusuan serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan.
Sebagai pengendali dan pengarah proses serta pembimbing arah perkembangan dan pertumbuhan manusia-didik. Ia adalah manusia hamba Allah yang bercita-cita Islami yang telah matang rohaniah dan jasmaniahnya, dan memahami kebutuhan perkembangan dan pertumbuhan manusia didik bagi kehidupan masa depan. Ia tidak hanya mentransfer ilmu pengetahuan yang diperlukan manusia-didik, melainkan juga mentransformasikan tata nilai Islami ke dalam pribadi mereka sehingga mapan dan menyatu serta mewarnai pribadi mereka sebagai pribadi yang bernafaskan Islam.
c.       Faktor Manusia-Didik (Peserta Didik)
Peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang dan jenis pendidikan tertentu. (UU SISDIKNAS, tahun 2003)
Sebagai objek (sasaran) pekerja pendidik, manusia didik adalah makhluk yang sedang berada dalam proses perkembangan! pertumbuhan menurut fitrah masing-masing sangat memerlukan bimbingan dan pengarahan yang konsisten menuju ke arah titik optimal kemampuan fitrahnya.
d.      Faktor Alat-alat/ Media Pendidikan
Alat mi berupa fisik dan non fisik yang dalam proses kependidikan perlu didayagunakan secara bervariasi sesuai situasi dan kondisi yang ada. Tujuan utama mempergunakan alat-alat tersebut ialah untuk mencapai hash yang optimal dalam proses kependidikan itu.
Dalam pengertian Ilmu Pendidikan Islam terdapat persyaratan lainnya yaitu walaupun alat-alat itu bernilai efektif dan efisien namun apabila bernilai tidak halal atau tidak dapat dibenarkan menurut norma-norma Islami, maka alat tersebut tidak halal diterapkan dalam proses kependidikan.

e.       Faktor Lingkungan Sekitar (Mellieu)
Lingkungan sekitar dapat dibagi menjadi lingkungan yang disengaja seperti lingkungan kepribadian, kebudayaan, masyarakat dan nilai-nilai dan lingkungan alam. Namun semua lingkungan tersebut mengandung pengaruh yang bersifat mendidik atau tak mendidik terhadap manusia-didik di dalam lembaga pendidikan formal, non formal maupun dalam kehidupan bebas dalam masyarakat terbuka.
Dalam proses kependidikan Islam selalu harus dapat dimanipulasikan menjadi lingkungan yang memberikan suasana yang memperlancar jalannya proses kependidikan Islam. Sedang suasana demikian harus mengandung pengaruh yang edukatif (mendidik).[8]

C.    Penerapan Metode Pembiasaan dalam Meningkatkan Kreativitas Akhlak Terpuji.
Metode pembiasaan merupakan suatu cara mengajar yang baik untuk menanamkan kebiasaan-kebiasaan tertentu. Juga sebagai sarana untuk memperoleh suatu ketangkasan, ketepatan, kesempatan dan. keterampilan.[9]
Prinsip dan petunjuk menggunakan metode pembiasaan adalah :
  1. Siswa harus diberi pengertian yang mendalam sebelum diadakan metode pembiasaan.
  2. Metode pembiasaan untuk pertama kalinya hendaknya bersifat diagnosis, mula-mula kurang berhasil, lalu diadakan perbaikan untuk kemudian bisa lebih sempurna.
  3. Metode pembiasaan tidak perlu lama asal sering dilaksanakan.
  4. Harus disesuaikan dengan taraf kemampuan siswa.
  5. Proses metode pembiasaan hendaknya mendahulukan hal-hal yang esensial dan berguna.[10]
Metode pembiasaan pada umumnya digunakan untuk memperoleh suatu ketangkasan atau keterampilan dan apa yang telah dipelajari. Metode mi kurang mengembangkan bakat atau inisiatif siswa untuk berpikir, maka hendaknya guru memperhatikan tingkat kewajaran dan metode pembiasaan ml. Di bawah ini terdapat kelebihan dan kelemahan dalam menggunakan metode pembiasaan.
Kelebihan-kelebihan dalam menggunakan metode pembiasaan adalah :
  1. Pembentukan pembiasaan yang dilakukan dengan mempergunakan metode ini akan menambah ketepatan dan kecepatan pelaksanaan.
  2. Pemanfaatan kebiasaan-kebiasaan tidak memerlukan banyak konsentrasi dalam pelaksanaannya.
  3. Pembentukan kebiasaan membuat gerakan-gerakan yang kompleks, rumit menjadi otomatis.[11]
Sedangkan kelemahan-kelemahan metode pembiasaan adalah :
  1. Metode mi dapat menghambat bakat dan inisiatif murid.
  2. Kadang-kadang kebiasaan yang dilaksanakan secara berulang-ulang merupakan hal yang monoton dan mudah membosankan.
  3. Membentuk kebiasaan yang kaku, karena murid lebih banyak ditujukan untuk mendapatkan kecakapan memberikan respons secara otomatis, tanpa menggunakan intelegensi.
  4. Dapat menimbulkan verbalisme karena murid-murid lebih banyak dilatih menghafal soal-soal dan menjawabnya secara otomatis.[12]
Ada bermacam-macam usaha yang dapat dilakukan untuk mengatasi kelemahan-kelemahan metode pembiasaan antara lain:
  1. Metode pembiasaan hanya untuk bahan atau tindakan yang bersifat otomatis (bahan ajar dan tindakan yang dilakukan hanya pada mata pelajaran tertentu saja yang dapat dilakukan dalam menggunakan metode pembiasaan).
  2. Metode pembiasaan harus memiliki arti yang luas (jelaskan terlebih dahulu tujuan dilaksanakannya metode pembiasaan agar siswa dapat memahami manfaat pembiasaan itu bagi kehidupan siswa dan siswa mempunyai sikap bahwa pembiasaan itu diperlukan untuk melengkapi belajar).
  3. Masa metode pembiasaan relatif harus singkat, tetapi harus sering dilakukan pada waktu-waktu tertentu.
  4. Metode pembiasaan hams menarik, gembira dan tidak membosankan.
  5. Proses metode pembiasaan dan kebutuhan-kebutuhan harus disesuaikan dengan proses perbedaan individual (tingkat kecakapan yang diterima pada satu tidak perlu sama dan perlu diberikan perorangan dalam rangka menambah pembiasaan yang dilakukan).[13]
Dalam mengatasi kelemahan-kelemahan tersebut di atas tentu harus disesuaikan dengan kondisi objektif dimana pembelajaran itu berlangsung, dan jika dengan menggunakan beberapa langkah tertentu tampak sudah dapat mengatasi masalah, maka kegiatan belajar dilanjutkan sesuai scenario yang telah disiapkan.




[1] Utami Munandar, Mengembangkan bakat dan Kreativitas Anak Sekolah, (Jakarta : Gramedia, 1999), p.47-51
[2] Anis Fauzi, Menggagas Jurnalistik Pendidikan, (Jakarta : Diadit Media, 2007), p. 144
[3] Reni Rachmawati dan Euis Kurniati, Strategi Pengembangan Kreativitas Pada Anak, (Jakarta : Kencana 2011), p. 15-16
[4] Munandar, op.cit., p.51
[5] http://id/shyoong.com/social-sciences/education/2184729-faktor-faktor-yang-mempengaruhi-kreatitivas/#ixzzlzaGDHmKs.
[6] Eneng Muslihah, Ilmu Pengetahuan Islam (Jakarta : Diadit Media, 2010), p.2-3
[7] Ibid.,p.9
[8] Ibid.,p.113-118
[9] Syaiful Sagala, Konsep dan Makna Pembelajaran, (Bandung : Alfabeta, 2011), h. 217
[10] Nana Sudjana, Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar, (Bandung : sinar Baru Algensindo, 2010), h.86
[11] Syaiful Sagala, Op.cit, h. 218
[12] Ibid
[13] Ibid

Selasa, 18 Februari 2014

SKRIPSI PAI BAB I UPAYA MENINGKATKAN KREATIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA KONSEP AKHLAK TERPUJI DENGAN MENERAPKAN TEKNIK PEMBIASAAN



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Pendidikan semula berasal dan bahasa Yunani, yaitu “paedagogie”, yang berarti bimbingan yang diberikan kepada anak. Istilah ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dengan “education” yang berarti pengembangan dan bimbingan. Dalam bahasa Arab istilah ini sering diterjemahkan dengan “tarbiyah” yang berarti pendidikan.[1]
Pengertian pendidikan yang tertera dalan ketentuan umum pasal 1 ayat 1: “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlaq mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”.[2]
Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan yang sangat dominan dalam kehidupan. Pendidikan itu mutlaq bagi kehidupan individu, sosial bangsa dan Negara, maju mundurnya suatu bangsa amat bergantung kepada pendidikan yang mereka lakukan.
Dalam kehidupan manusia, pendidikan memegang peranan yang sangat strategis, karena dengan melalui pendidikan dapat dilakukan bimbingan dan pengarahan terhadap pertumbuhan dan perkembangan sikap mental anak

didik, oleh karena itu pendidikan harus dilakukan dengan cara yang baik, benar, terpadu, dan terprogram sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan anak didik.
Pendidikan Nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlaq mulia, sehat, berilmu cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.[3]
Berdasarkan fungsi pendidikan Nasional diatas, peran guru menjadi kunci keberhasilan dalam mengembangkan misi pendidikan dan pembelajaran di sekolah, selain bertanggung jawab untuk mengatur, mengarahkan dan menciptakan suasana kondusif yang mendorong siswa untuk melaksanakan kegiatan kelas.
Salah satu permasalahan yang harus dihadapi oleh seorang guru junior maupun guru senior dalam melakukan proses pembelajaran adalah pengelolaan kelas. Pengelolaan kelas merupakan keterampilan guru untuk menciptakan dan memelihara kondisi belajar yang optimal dan mengembalikannya jika terjadi gangguan dalam proses belajar mengajar. Dengan kata lain, ialah kegiatan-kegiatan untuk menciptakan dan mempertahankan kondisi yang optimal ketika proses belajar mengajar. Yang termasuk ke dalam hal ini misalnya adalah, penghentian tingkah laku anak didik yang menyelewengkan perhatian kelas, pemberian hadiah bagi ketepatan waktu penyelesaian tugas siswa atau penetapan norma kelompok yang produktif efektif.[4]
Banyak ahli pendidikan yang mengartikan tentang pengelolaan kelas, diantaranya adalah:
  1. Syaiful Bahri Djamarah (2006 :175) mengatakan bahwa pengelolaan kelas terdiri dan dun kata yaitu pengelolaan dan kelas. Istilah lain dan pengelolaan adalah manajemen yang memiliki arti ketatalaksanaan, tata pimpinan, dan pengelolaan. Sehingga dan kata tersebut bisa diartikan bahwa pengelolaan kelas adalah keterampilan guru dalam mengatur dan mengelola kelas untuk menciptakan dan memelihara kegiatan belajar mengajar.
  2. Thoifuri (2008 :127) mengartikan pengelolaan kelas sebagai kemampuan guru untuk menciptakan lingkungan belajar yang kondusif dalam bentuk merencanakan, melaksanakan dan memperbaiki kelas untuk menjadi lingkungan yang interaktif, efektif dan efesien.
  3. Pupuh Faturohmau (2003 :103) mengatakan bahwa pengelolaan kelas merupakan suatu proses seleksi tindakan yang dilakukan guru dalam fungsinya sebagai penanggung jawab kelas dan seleksi penggunaan alat-alat belajar yang tepat sesuai dengan masalah yang ada dan karakteristik kelas yang di hadapi.[5]
Kreativitas merupakan aspek yang sangat penting dan berharga dalam setiap usaha manusia, sebab melalui kreativitas akan dapat ditemukan dan dihasilkan berbagai teori, pendekatan, dan cara barn yang sangat bermanfaat bagi kehidupan. Tanpa adanya kreativitas, kehidupan akan lebih merupakan suatu yang bersifat pengulangan terhadap pola-pola yang sama. Menurut Juan Huarte kreativitas merupakan jenis kecendekiawan tertinggi pada umat manusia yang tidak dimiliki oleh makhluk lain. Karena itu meneliti tentang kreativitas berarti meneliti tentang potensi tertinggi umat manusia.
Pengembangan kreativitas pada penelitian ini dilaksanakan dalam konteks praktik pendidikan di sekolah. Hal ini merupakan salah satu jawaban terhadap kenyataan yang ada bahwa pendidikan di Indonesia saat ini lebih berorientasi pada hasil yang bersifat pengulangan, penghafalan, dan pencarian satu jawaban yang benar terhadap soal-soal yang diberikan. Proses-proses pemikiran tingkat tinggi termasuk berfikir kreatif jarang sekali dilatihkan. Demikian juga dengan kemampuan menulis siswa. kemampuan kreatif sering muncul pada anak-anak, tapi seiring dengan bertambahnya usia, kemampuan tersebut menjadi berkurang dan salah satu faktor yang menyebabkan kurang berkembangnya kreativitas adalah praktik pendidikan yang kurang mengapresiasi terhadap kemampuan kreatif anak.
Selanjutnya Ugur menjelaskan bahwa pembelajaran di kelas mempunyai peranan yang sangat strategis dalam mengembangkan kreativitas, karena itu peranan guru menjadi sangat penting dalam meningkatkan dan mengembangkan kreativitas siswanya. Stemberg menyebutkan bahwa kebanyakan guru pada dasarnya adalah kreatif tapi hanya sedikit diantara mereka yang mampu mengekspresikan kreativitasnya di dalam kelas. Lebih lanjut lagi, peran guru yang bisa dilakukan untuk mengembangkan kreativitas siswanya yaitu berperan sebagai figur di kelas yang perilakunya akan ditiru oleh siswanya dan berperan sebagai pencipta suasana kelas yang nyaman dan kondusif.[6]
Untuk menumbuhkan kreativitas siswa perlu diberi kesempatan untuk bersibuk diri secara kreatif, pendidik hendaknya dapat merangsang siswa untuk melibatkan dirinya dalam kegiatan kreatif dengan membantu mengusahakan sarana dan prasarana yang diperlukan.
Salah satu upaya guru Agama yang dapat menumbuhkan kreativitas belajar siswa pada tujuan utama pendidikan yaitu dengan menggunakan metode Probling Question siswa menjadi lebih kreatif dalam berfikir dan mendapatkan informasi dan jawaban yang lengkap dan jelas.
“Metode mengajar adalah suatu pengetahuan tentang cara-cara mengajar yang .dipergunakan oleh seorang guru atau dalam pengertian lain ialah teknik penyajian yang dikuasai guru untuk mengajar atau menyajikan bahan pelajaran kepada siswa di dalam kelas, balk secara individual maupun kelompok, agar pelajaran itu dapat diserap, dipahami, dan dimanfaatkan oleh siswa dengan baik. Makin baik metode mengajar, makin efektif pula pencapaian tujuan”[7]
Di SDN Karang Anyar I Pandeglang, berdasarkan observasi awal guru kurang menggunakan metode yang menarik ketika melakukan proses belajar mengajar didalam kelas sehingga siswa kurang aktif dan berfikir kreatif. Guru pun tidak dapat mengetahui pemahaman anak didik terhadap bahan pelajaran yang diberikan, sehingga tidak dapat mencapai tujuan pendidikan dengan baik.
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut maka penulis akan mengadakan penelitian dengan judul “Upaya meningkatkan kreativitas dan hasil belajar siswa pada konsep akhlak terpuji dengan menerapkan teknik pembiasaan di Kelas I SDN Karang Anyar I Pandeglang.

B.     Pembatasan Masalah
Agar pembatasan masalah tidak meluas dan terfokus pada permasalahan inti, maka penulis perlu membuat suatu batasan masalah yang tegas. Adapun batasan-batasan masalah tersebut adalah :
1.      Membahas mengenai kreativitas dalam belajar pada mata pelajaran PAI
2.      Membahas Teknik Pembiasaan

C.    Perumusan Masalah
Bertitik tolak dari latar belakang tersebut maka permasalahan yang dapat dirumuskan adalah :
1.      Bagaimana upaya guru Agama dalam menumbuhkan kreativitas belajar siswa pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam ?
2.      Bagaimana proses pembelajaran dengan menggunakan Teknik Pembiasaan
D.    Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :
1.      Untuk mengetahui upaya yang dilakukan guru Agama dalam menumbuhkan kreativitas belajar siswa pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam.
2.      Untuk menerapkan Teknik Pembiasaan yang dapat menumbuhkan kreativitas belajar dan hasil belajar siswa.

E.     Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi semua pihak yang terkait, diantaranya.
1.      Bagi guru
Sebagai sarana untuk mengambil inisiatif dalam rangka penyempurnaan proses belajar mengajar, karena guru merupakan kunci keberhasilan dalam mengembangkan misi pendidikan dan pembelajaran di sekolah dengan bertanggung jawab untuk mengatur dan mengarahkan proses pembelajaran sehingga tercipta suasana kondusif yang mendorong siswa untuk melaksanakan kegiatan kelas.
2.      Bagi Instansi
Sebagai bahan masukan dalam mengambil metode yang tepat dalam rangka menumbuhkan kreativitas dalam proses belajar mengajar guna meningkatkan mutu dan prestasi belajar siswa, sekaligus meningkatkan mutu pendidikan.
3.      Bagi Penulis
Sebagai bahan penulisan karya ilmiah, sekaligus sebagai tambahan informasi mengenai upaya guru Agama dalam menumbuhkan kreativitas belajar siswa pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam.


[1] Eneng Muslihah, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : Diadit Media, 2010), p. 1
[2] Direktorat Jendral Pendidikan Islam Departemen Agama RI, Undang-undang dan Peraturan Pemerintah RI tentang Pendidikan, (Jakarta : 2006), p. 8
[3] Ibid, p.8
[4] http://asepbunyamin05,wordpress.com/2010/06/02/pengelolaan-kelas/
[5] Anis Fauzi dan Rifyal Ahmad Lugowi, Pembelajaran Mikro, (Jakarta : Diadit Media, 2009), p.25-26
[6] Rahmat Aziz, Psikologi Pendidikan, (Malang : UIN-Maliki Press, 2010), p.2-4
[7] Abu Ahmadi dan Toko Tri Prasetya, Strategi Belajar Mengajar,