BAB II
LANDASAN TEORITIS
A. Kreativitas Belajar Siswa
1. Pengertian Kreativitas
Untuk lebih menjelaskan pengertian kreativitas, akan
dikemukakan beberapa perumusan yang merupakan kesimpulan para ahli mengenai
kreativitas.
a.
“Kreativitas adalah kemampuan untuk membuat kombinasi
baru, berdasarkan data, informasi, atau unsur-unsur yang ada”.
Biasanya, orang mengartikan kreativitas sebagai daya
cipta, sebagai kemampuan untuk menciptakan hal-hal baru. Sesungguhnya apa yang
diciptakan itu tidak perlu hal-hal yang baru sekali, tetapi merupakan gabungan
(kombinasi) dan hal- hal yang sudah ada sebelumnya. Yang dimaksud dengan data,
informasi, atau unsur-unsur yang ada, dalam anti sudah ada sebelumnya, atau
sudah dikenal sebelumnya, adalah semua pengalaman yang telah diperoleh
seseorang selama hidupnya. Di sini termasuk segala pengetahuan yang pernah
diperolehnya baik selama di bangku sekolah maupun yang dipelajarinya dalam
keluarga dan dalam masyarakat. Jelaslah, makin banyak pengalaman dan
pengetahuan yang dimiliki seseorang makin memungkinkan dia memanfaatkan dan
menggunakan segala pengalaman dan pengetahuan tersebut untuk bersibuk diri
secara
kreatif. Gagasan-gagasan yang kreatif, hasil-hasil
karya yang kreatif tidak muncul begitu saja. Untuk dapat menciptakan sesuatu
yang bermakna dibutuhkan persiapan. Masa seseorang akan duduk di bangku sekolah
termasuk masa persiapan, ini karena pendidikan mempersiapkan seseorang agar
dapat memecahkan masalah-masalah. Demikianlah, semua data (pengalaman)
memungkinkan seseorang mencipta, yaitu dengan menggabung-gabungkan
(mengkombinasi) unsur-unsurnya menjadi sesuatu yang baru.
b.
“Kreativitas
(berfikir kreatif atau berfikir divergen) adalah kemampuan, berdasarkan data
atau informasi yang tersedia, menemukan banyak kemungkinan jawaban terhadap
suatu masalah, di mana penekanannya adalah pada kuantitas, ketepatgunaan, dan
keragaman jawaban.”
Makin banyak kemungkinan jawaban yang akan dapat
diberikan terhadap suatu masalah, makin kreatif pula seseorang. Tentu saja
jawaban-jawaban itu harus sesuai dengan masalahnya. Jadi, tidak semata-mata
banyaknya jawaban yang dapat diberikan yang dapat menentukan kreativitas
seseorang, tetapi juga kualitas mutu dan jawabannya.
c.
Jadi, secara operasional kreativitas dapat dirumuskan
sebagai “kemampuan yang mencerminkan kelancaran, keluwesan (fleksibilitas), dan
orisinalitas dalam berfikir, serta kemampuan untuk mengelaborasi
(mengembangkan, memperkaya, memperinci) suatu gagasan”.
Kemampuan memberikan penilaian atau evaluasi terhadap
suatu objek atau situasi juga mencerminkan kreativitas, jika dalam penilaiannya
seseorang mampu melihat obyek, situasi, atau masalahnya dan sudut pandang yang
berbeda-beda. Misalnya anak diberi gambar atau uraian mengenai suatu obyek atau
keadaan dan ia diminta mengatakan apa saja yang kurang atau tidak cocok pada
gambar atau uraian tersebut. Anak dapat juga diminta untuk memberi
gagasan-gagasan, dengan cara-cara apa saja ia dapat memperbaiki atau
meningkatkan suatu benda atau produk, misalnya suatu alat permainan.
Banyak kegiatan yang dapat dirancang oleh pendidik
yang semuanya bersifat meningkatkan kreativitas anak. Tugas-tugas yang bersifat
mengembangkan kreativitas anak selalu menuntut anak untuk memikirkan
bermacam-macam kemungkinan jawaban, bermacam-macam gagasan dalam memecahkan
suatu masalah, tidak hanya satu. Inilah yang disebut berfikir divergen,
pemikiran ke macam-macam arah, berbeda dengan berfikir konvergen di mana anak
tertuju untuk memberikan satu jawaban yang paling tepat terhadap suatu
persoalan.[1]
Kreativitas yang dibina dan dikembangkan secara
serius, akan menghasilkan kadar intelektualitas yang progresif. Sebab
intelektualitas sangat sulit dikembangkan lebih jauh tanpa terlebih dahulu
mengembangkan nilai-nilai kreativitas individu pembelajar. Jika intelektualitas
masih bisa dikembangkan melalui daya kreativitas, diduga kreativitas orang itu
akan terpasang oleh monumental prestasi dirinya yang prestisius. Seseorang yang
memiliki karakter demikian, maka wawasan keilmuan yang dimilikinya akan
berjalan ditempat setara dengan kemalasannya dalam mengembangkan nilai-nilai
kreativitas yang mestinya menjadi haknya untuk dikembangkan lebih jauh.
Semakin aktif seseorang menekuni bidang
kreativitasnya, maka akan semakin membukakan pintu terhadap pengembangan kadar
intelektualnya. Sebab, karir intelektual seseorang akan sangat ditentukan
dengan pengembangan daya kreativitas yang dimiliki oleh dirinya itu.[2]
2. Ciri-ciri Kreativitas
Salah satu aspek penting dalam kreativitas adalah
memahami ciri-cirinya. Upaya menciptakan iklim yang kondusif bagi perkembangan
kreativitas hanya mungkin dilakukan jika memahami terlebih dahulu sifat-sifat
kemampuan kreatif dan iklim lingkungan yang mengitarinya.
Supriyadi mengatakan bahwa ciri-ciri kreativitas
dapat dikelompokan dalam dua kategori, kognitif dan non kognitif. Ciri kognitif
diantaranya orisinalitas, fleksibilitas, kelancaran, dan elaborasi. Sedangkan
ciri non kognitif diantaranya motivasi sikap dan kepribadian kreatif. Kedua ciri
ini sama pentingnya, kecerdasan yang tidak ditunjang dengan kepribadian kreatif
tidak akan menghasilkan apapun. Kreativitas hanya dapat dilahirkan dan orang
cerdas yang memiliki kondisi psikologis yang sehat. Kreativitas tidak hanya
perbuatan otak saja namun variabel emosi dan kesehatan mental sangat
berpengaruh terhadap lahirnya sebuah karya kreatif. Kecerdasan tanpa mental
yang sehat sulit sekali dapat menghasilkan karya kreatif.
Sedangkan mengenai 24 ciri kepribadian yang
ditemukannya dalam berbagai studi, adalah sebagai berikut :
1.
Terbuka terhadap pengalaman baru.
2.
Fleksibel dalam berfikir dan merespons.
3.
Bebas dalam menyatakan pendapat dan perasaan.
4.
Menghargai fantasi.
5.
Tertarik pada kegiatan kreatif.
6.
Mempunyai pendapat sendiri dan tidak terpengaruh oleh
orang lain.
7.
Rasa ingin tahu yang besar.
8.
Toleran terhadap perbedaan pendapat dan situasi yang
tidak pasti.
9.
Berani mengambil resiko yang diperhitungkan.
10. Percaya
diri dan mandiri.
11. Memiliki
tanggung jawab dan komitmen kepada tugas.
12. Tekun
dan tidak mudah bosan.
13. Tidak
kehabisan akal dalam memecahkan masalah.
14. Kaya
akan inisiatif.
15. Peka
terhadap situasi lingkungan.
16. Lebih
berorientasi ke masa kini dan masa depan daripada masa lalu.
17. Memiliki
citra diri dan stabilitas emosi yang baik.
18. Tertarik
kepada hal-hal yang abstrak, kompleks, holistis, dan mengandung teka-teki.
19. Memiliki
gagasan yang orisinal.
20. Mempunyai
minat yang luas.
21. Menggunakan
waktu luang untuk kegiatan yang bermanfaat dan konstruktif bagi pengembangan diri.
22. Kritis
terhadap pendapat orang lain.
23. Senang
mengajukan pertanyaan yang baik.
24. Memiliki
kesadaran etika-moral dan estetik yang tinggi.[3]
Ciri-ciri kreativitas yang telah dibahas diatas
(kelancaran, fleksibilitas, orisinalitas, elaborasi, atau perincian) merupakan
ciri-ciri kreativitas yang berhubungan dengan kemampuan berfikir seseorang,
dengan kemampuan berfikir kreatif. Makin kreatif seseorang ciri-ciri tersebut
makin dimiliki.
Namun memiliki ciri-ciri berfikir tersebut belum
menjamin perwujudan kreativitas seseorang. Ciri-ciri lain yang berkaitan dengan
perkembangan efektif seseorang sama pentingnya agar bakat kreatif seseorang
dapat terwujud. Ciri-ciri yang menyangkut sikap dan perasaan seseorang disebut
ciri-ciri efektif dan kreativitas. Motivasi atau dorongan dan dalam untuk
berbuat sesuatu, pengabdian atau pengikatan diri terhadap suatu tugas termasuk
ciri-ciri efektif kreativitas.[4]
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kreativitas
Faktor-faktor yang mempengaruhi kreativitas menurut Rogers adalah sebagai
berikut :
a.
Motivasi
Pada setiap orang ada kecenderungan atau dorongan
untuk mewujudkan potensinya dan mewujudkan dirinya; dorongan untuk berkembang
dan menjadi matang, dorongan mi merupakan motivasi primer untuk kreativitas
ketika individu membentuk hubungan-hubungan dengan lingkungannya dalam upaya
menjadi dirinya sepenuhnya.
b.
Kondisi eksternal
Bibit unggul memerlukan kondisi yang memupuk dan
memungkinkan bibit itu mengembangkan sendiri potensinya. Kita dapat
mengupayakan lingkungan atau (kondisi eksternal) yang dapat memupuk dorongan
dalam din anak (internal) untuk mengembangkan kreativitasnya dengan beberapa
cara, diantaranya:
1.
Keamanan psikologi, mi dapat terbentuk dengan beberapa
proses yang saling berhubungan, diantaranya:
a)
Menerima individu sebagaimana adanya dengan segala
kelebihan dan keterbatasannya
b)
Memberikan pengertian secara empiris (dapat ikut
menghayati). Dalam suasana mi memungkinkan untuk timbul, untuk diekspresikan
dalam bentuk-bentuk baru dalam hubungan dengan lingkungan, inilah path dasarnya
yang disebut memupuk kreativitas
2.
Kebebasan psikologi, jika orang tua atau guru
mengizinkan atau memberikan kesempatan pada anak untuk bebas mengekspresikan
secara simbolis pikiran-pikiran atau perasaan-perasaannya, memberikan kebebasan
dalam berfikir atau merasa sesuai dengan apa yang ada dalam pikirannya.[5]
B. Pendidikan Agama Islam
Para ahli
berbeda-beda dalam merumuskan pengertian “Pendidikan Agama Islam”, diantaranya
:
Muhammad Athiyah A1-Abrasyi memberikan pengertian
bahwa pendidikan Islam (At-Tarbiyah A1-Islamiyah) mempersiapkan manusia hidup
dengan sempurna dan bahagia, mencintai tanah air, segenap jasmaniyahnya; sempurna
budi pekertinya (akhlaknya), teratur pikiranya, halus perasaannya, mahir dalam
pekerjaannya, mahir tutur katanya dengan lisan dan tulisan.
Menurut Abmad D. Marimba: Pendidikan Islam adalah
bimbingan jasmani dan rohani berdasarkan hukum-hukum agama Islam menuju kepada
terbentuknya pribadi utama menurut ukuran-ukuran Islam.
Dengan memperhatikan kedua definisi diatas maka
berarti Pendidikan Islam adalah suatu proses edukasi yang mengarah kepada
pembentukan akhlak atau kepribadian. Pengertian pendidikan seperti disebutkan
diatas mengacu kepada suatu sistem yaitu “Sistem Pendidikan Islam”.
Menurut Abdur Rabman Nahiawi: Pendidikan Islam ialah
mengatur pribadi dan masyarakat yang karenanya dapatlah memeluk Islam secara
logis dan sesuai secara keseluruhan baik dalam kehidupan individu maupun
kolektif.
Menurut Burlian Shomad: Pendidikan Islam adalah
pendidikan yang bertujuan membentuk individu menjadi makhluk yang bercorak diri
berderajat tinggi menurut ukuran Allah dan isi pendidikannya untuk mewujudkan
tujuan itu adalah ajaran Allah.
Secara rinci beliau mengemukakan Pendidikan itu
disebut pendidikan Islam apabila memiliki ciri khas yaitu :
a.
Tujuan untuk membentuk individu menjadi bercocok din
tertinggi menurut ukuran Al-Qur’an.
b.
Isi pendidikan ajaran Allah yang tercantum dengan
lengkap di dalam Al-Qur’an yang pelaksanaannya didalam praktek hidup
sehari-hari sebagaimana dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW.[6]
- Ruang Lingkup PAI
Ruang lingkup PAI mencakup kegiatan-kegiatan
kependidikan yang dilakukan secara konsisten dan berkesinambungan dalam bidang
atau lapangan hidup manusia meliputi :
1)
Lapangan hidup keagamaan, agar perkembangan pribadi
manusia sesuai dengan norma-norma ajaran islam.
2)
Lapangan hidup berkeluarga, agar berkembang menjadi
keluarga sejahtera.
3)
Lapangan hidup ekonomi, agar dapat berkembang menjadi
sistem kehidupan yang bebas dari penghisapan manusia oleh manusia.
4)
Lapangan hidup kemasyarakatan, agar terbina masyarakat
yang adil dan makmur dibawah ridho dan ampunan Allah SWT.
5)
Lapangan hidup politik, agar tercipta sistem demokrasi
yang sehat dan dinamis sesuai ajaran islam.
6)
Lapangan hidup ilmu pengetahuan, agar berkembang
menjadi alat untuk mencapai kesejahteraan hidup umat manusia yang dikendalikan
oleh iman.[7]
- Faktor-Faktor Pendidikan Islam
Ilmu Pendidikan Islam dilihat dari psikologis dan
paedagogis mencakup 5 faktor, yaitu sebagai berikut :
a.
Aktor Tujuan (Cita-cita)
Pendidikan adalah suatu sistem di dalam, dimana terjadi
proses kependidikan yang berusaha mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan.
Tujuan pendidikan adalah suatu nilai ideal yang hendak diwujudkan melalui
proses kependidikan itu. Pendidikan apapun senantiasa kontekstual dengan
nilai-nilai atau bahkan komitmen dengan tata nilai.
Pendidikan Islam yang membawakan dan menanamkan
nilai-nilai Islami, lebih banyak beronientasi kepada nilai-nilai ajaran Islam.
b.
Faktor Pendidik
Pendidik yang tertera dalam UU SISDIKNAS path
ketentuan umum pasal 1 ayat 6 bahwa pendidik adalah tenaga kependidikan yang
berkualitas sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor,
instruktur, fasilitator dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhusuan serta
berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan.
Sebagai pengendali dan pengarah proses serta
pembimbing arah perkembangan dan pertumbuhan manusia-didik. Ia adalah manusia
hamba Allah yang bercita-cita Islami yang telah matang rohaniah dan
jasmaniahnya, dan memahami kebutuhan perkembangan dan pertumbuhan manusia didik
bagi kehidupan masa depan. Ia tidak hanya mentransfer ilmu pengetahuan yang
diperlukan manusia-didik, melainkan juga mentransformasikan tata nilai Islami
ke dalam pribadi mereka sehingga mapan dan menyatu serta mewarnai pribadi
mereka sebagai pribadi yang bernafaskan Islam.
c.
Faktor Manusia-Didik (Peserta Didik)
Peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha
mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada
jalur, jenjang dan jenis pendidikan tertentu. (UU SISDIKNAS, tahun 2003)
Sebagai objek (sasaran) pekerja pendidik, manusia
didik adalah makhluk yang sedang berada dalam proses perkembangan! pertumbuhan
menurut fitrah masing-masing sangat memerlukan bimbingan dan pengarahan yang
konsisten menuju ke arah titik optimal kemampuan fitrahnya.
d.
Faktor Alat-alat/ Media Pendidikan
Alat mi berupa fisik dan non fisik yang dalam proses
kependidikan perlu didayagunakan secara bervariasi sesuai situasi dan kondisi
yang ada. Tujuan utama mempergunakan alat-alat tersebut ialah untuk mencapai
hash yang optimal dalam proses kependidikan itu.
Dalam pengertian Ilmu Pendidikan Islam terdapat
persyaratan lainnya yaitu walaupun alat-alat itu bernilai efektif dan efisien
namun apabila bernilai tidak halal atau tidak dapat dibenarkan menurut
norma-norma Islami, maka alat tersebut tidak halal diterapkan dalam proses
kependidikan.
e.
Faktor Lingkungan Sekitar (Mellieu)
Lingkungan sekitar dapat dibagi menjadi lingkungan
yang disengaja seperti lingkungan kepribadian, kebudayaan, masyarakat dan
nilai-nilai dan lingkungan alam. Namun semua lingkungan tersebut mengandung
pengaruh yang bersifat mendidik atau tak mendidik terhadap manusia-didik di
dalam lembaga pendidikan formal, non formal maupun dalam kehidupan bebas dalam
masyarakat terbuka.
Dalam proses kependidikan Islam selalu harus dapat
dimanipulasikan menjadi lingkungan yang memberikan suasana yang memperlancar
jalannya proses kependidikan Islam. Sedang suasana demikian harus mengandung
pengaruh yang edukatif (mendidik).[8]
C. Penerapan Metode Pembiasaan dalam
Meningkatkan Kreativitas Akhlak Terpuji.
Metode pembiasaan merupakan suatu cara mengajar yang
baik untuk menanamkan kebiasaan-kebiasaan tertentu. Juga sebagai sarana untuk
memperoleh suatu ketangkasan, ketepatan, kesempatan dan. keterampilan.[9]
Prinsip dan petunjuk menggunakan metode pembiasaan adalah :
- Siswa harus diberi pengertian yang mendalam sebelum diadakan metode pembiasaan.
- Metode pembiasaan untuk pertama kalinya hendaknya bersifat diagnosis, mula-mula kurang berhasil, lalu diadakan perbaikan untuk kemudian bisa lebih sempurna.
- Metode pembiasaan tidak perlu lama asal sering dilaksanakan.
- Harus disesuaikan dengan taraf kemampuan siswa.
- Proses metode pembiasaan hendaknya mendahulukan hal-hal yang esensial dan berguna.[10]
Metode pembiasaan pada umumnya digunakan untuk
memperoleh suatu ketangkasan atau keterampilan dan apa yang telah dipelajari. Metode
mi kurang mengembangkan bakat atau inisiatif siswa untuk berpikir, maka
hendaknya guru memperhatikan tingkat kewajaran dan metode pembiasaan ml. Di
bawah ini terdapat kelebihan dan kelemahan dalam menggunakan metode pembiasaan.
Kelebihan-kelebihan dalam menggunakan metode
pembiasaan adalah :
- Pembentukan pembiasaan yang dilakukan dengan mempergunakan metode ini akan menambah ketepatan dan kecepatan pelaksanaan.
- Pemanfaatan kebiasaan-kebiasaan tidak memerlukan banyak konsentrasi dalam pelaksanaannya.
- Pembentukan kebiasaan membuat gerakan-gerakan yang kompleks, rumit menjadi otomatis.[11]
Sedangkan kelemahan-kelemahan metode pembiasaan adalah :
- Metode mi dapat menghambat bakat dan inisiatif murid.
- Kadang-kadang kebiasaan yang dilaksanakan secara berulang-ulang merupakan hal yang monoton dan mudah membosankan.
- Membentuk kebiasaan yang kaku, karena murid lebih banyak ditujukan untuk mendapatkan kecakapan memberikan respons secara otomatis, tanpa menggunakan intelegensi.
- Dapat menimbulkan verbalisme karena murid-murid lebih banyak dilatih menghafal soal-soal dan menjawabnya secara otomatis.[12]
Ada bermacam-macam usaha yang dapat dilakukan untuk
mengatasi kelemahan-kelemahan metode pembiasaan antara lain:
- Metode pembiasaan hanya untuk bahan atau tindakan yang bersifat otomatis (bahan ajar dan tindakan yang dilakukan hanya pada mata pelajaran tertentu saja yang dapat dilakukan dalam menggunakan metode pembiasaan).
- Metode pembiasaan harus memiliki arti yang luas (jelaskan terlebih dahulu tujuan dilaksanakannya metode pembiasaan agar siswa dapat memahami manfaat pembiasaan itu bagi kehidupan siswa dan siswa mempunyai sikap bahwa pembiasaan itu diperlukan untuk melengkapi belajar).
- Masa metode pembiasaan relatif harus singkat, tetapi harus sering dilakukan pada waktu-waktu tertentu.
- Metode pembiasaan hams menarik, gembira dan tidak membosankan.
- Proses metode pembiasaan dan kebutuhan-kebutuhan harus disesuaikan dengan proses perbedaan individual (tingkat kecakapan yang diterima pada satu tidak perlu sama dan perlu diberikan perorangan dalam rangka menambah pembiasaan yang dilakukan).[13]
Dalam mengatasi kelemahan-kelemahan tersebut di atas
tentu harus disesuaikan dengan kondisi objektif dimana pembelajaran itu
berlangsung, dan jika dengan menggunakan beberapa langkah tertentu tampak sudah
dapat mengatasi masalah, maka kegiatan belajar dilanjutkan sesuai scenario yang
telah disiapkan.
[1]
Utami Munandar, Mengembangkan bakat dan Kreativitas Anak Sekolah, (Jakarta :
Gramedia, 1999), p.47-51
[2]
Anis Fauzi, Menggagas Jurnalistik Pendidikan, (Jakarta : Diadit Media,
2007), p. 144
[3]
Reni Rachmawati dan Euis Kurniati, Strategi Pengembangan Kreativitas Pada Anak,
(Jakarta : Kencana 2011), p. 15-16
[4]
Munandar, op.cit., p.51
[5]
http://id/shyoong.com/social-sciences/education/2184729-faktor-faktor-yang-mempengaruhi-kreatitivas/#ixzzlzaGDHmKs.
[6]
Eneng Muslihah, Ilmu Pengetahuan Islam (Jakarta : Diadit Media, 2010), p.2-3
[7]
Ibid.,p.9
[8]
Ibid.,p.113-118
[9]
Syaiful Sagala, Konsep dan Makna Pembelajaran, (Bandung : Alfabeta, 2011), h.
217
[10]
Nana Sudjana, Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar, (Bandung : sinar Baru
Algensindo, 2010), h.86
[11]
Syaiful Sagala, Op.cit, h. 218
[12]
Ibid
[13]
Ibid