BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Dalam sejarah perjalanannya
zakat merupakan suatu institusi yang cukup unik dan menarik bila diperhatikan
karena ia selalu mengalami perubahan setiap waktu dan masa walaupun ia
merupakan ketetapan ilahi. Pada awal Islam zakat merupakan kewajiban yang
sepenuhnya diserahkan pada masing-masing kaum muslimin, sehingga bergantung
pada kadar keimanan mereka. Bagi mereka yang kadar keimanannya tinggi, biasanya
mengeluarkan harta kekayaannya lebih besar di banding mereka yang kadar imannya
biasa-biasa saja. Ini pula disebabkan kewajiban zakat pada awal Islam itu,
masih belum ada ketentuan berapa kadar yang harus dizakatkan, dan jenis apa
saja yang harus dizakati, sehingga kerwajiban zakat pada priode ini tidak
terikat. [1]
Perkembangan kewajiban zakat
selanjutnya ialah ketika suasana kaum muslimin sudah mulai tentram menjalankan
tugas-tugas agama maka pada tahun kedua Hijriah, zakat mulai disyari’atkan
Allah dan dijalankan pelaksanaan hukumnya dengan tegas dan rinci.[2]
Kemudian hukum zakat berkembang di bawah pemikiran para imam mujtahid terhadap
sunnatullah, sunnatunnabi, dan sunnatussahabah yang akhirnya menjadi perbedaan
diantara mereka, sehingga melahirkan berbagai aliran fiqih yang dibukukan dan
dibudayakan dalam masyarakat yang disebut dengan madzhab. Dalam masa ini
masing-masing mazhab dibudayakan lagi dalam masyarakat Islam yang berbeda-beda
dan kondisi budaya setempat yang mempengaruhi hukum-hukum zakat dalam proses
kebudayaannya makin memperkuat fenomena dan kandungan nilai kebudayaan dalam
hukum zakat itu.[3]
Zakat juga merupakan ibadah maaliyah ijtima’iyyah yang memiliki
posisi sangat penting, strategis, dan menentukan.[4]
Bila di lihat dari sisi ajaran maupun dari sisi pembangunan kesejahteraan umat.[5]
Sebagai ibadah pokok dan ternasuk salah satu rukun Islam, keberadaan zakat
dianggap sebagai ma’lum min addin bi adh dharura,
yaitu dketahui secara otomatis adanya dan merupakan bagian mutlak dari
keislaman seseorang oleh karena itu, tidak aneh jika Allah SWT mensejajarkan
kata sholat dan kewajiban berzakat dalam berbagai bentuk kata sebanyak 28 kali.[6]
Al-qur’an menyatakan bahwa
kesediaan berzakat dipandang sebagai indikator utama dalam ketundukan seseorang
terhadap ajaran Islam. Inilah ciri utama mukmin yang akan mendapat kebahagiaan
hidup dan rahmat allah swt. Kebersediaannya dipandang pula sebagai orang yang
selalu berkeinginan untuk membersihkan diri dan jiwa dari berbagai sifat buruk,
sekaligus membersihkan, menyucikan, dan mengembangkan harta yang dimilikinya,[7]
dan juga diharapkan dapat menyuburkan sifat kebaikan yang bersemayam dalam hati
nurani seseorang, sehingga membuatnya dapat merasakan penderitaan orang lain,
dan karenanya ia terdorong untuk mermbantu mereka dengan hati yang riang dan
ringan, tanpa merasa tebebani olehnya.[8]
Dalam perspektif Islam, semua
ajaran agama baik ibadah mahdhah maupun goiru mahdhah selalu untuk kemaslahatan
pribadi dan umum. Setelah Allah swt mewajibkan. puasa kepada kaum muslimin di
bulan ramadhan, selanjutnya Rasulullah saw mewajibkan kaum muslimin
mengeluarkan zakat fitrah. Kewajiban ini untuk kemaslahatan pribadi sebagai
pembersih diri dari berbagai kotoran dosa. Sedangkan kemaslahatan untuk orang
lain adalah untuk memberi makan kepada fakir dan miskin.[9]
Mengenai tata cara pelaksanaannya yaitu pada setiap akhir bulan Ramadhan menjelang
idul fitri umat Islam melaksanakan kewajiban agama berupa pembayaran zakat
fitrah baik untuk dirinya sendiri maupun untuk anggota keluarga yang menjadi
tanggung jawabnya.[10]
Menurut Imam yang tiga yaitu
Syafi’I, Maliki, dan Hanbali Imam Laits dan Ishak, bahwa wajib bagi suami untuk
mengeluarkan zakat fitrah bagi istrinya, karena si istri dalam keadaan nafkah
mengikuti suami .[11] Apabila
memiliki seorang anak maka zakat fitrah anak tersebut juga di keluarkan oleh
bapaknya,dan kewajiban ini terjadi apabila hubungan keluarga tersebut di ikat
dalam suatu ikatan pernikahan yang sah menurut agama dan hukum.Tapi bagaimana
dengan zakat fitah bagi anak di luar nikah,apakah yang wajib mengeluarkan zakat
fitrah itu bapaknya atau ibunya?
Terjadi perbedaan pendapat
mengenai masalah ini, karena dalam hal ini yang wajib mengeluarkan zakat fitrah
bagi anak diluar nikah adalah ibunya. Namun disisi lain terdapat pro dan kontra
dalam aplikasinya yakni yang terjadi dimasyarakat menegenai kewajiban zakat
fitrah bagi anak diluar nikah dibayarkan oleh bapanya. Penulis ingin mengetahui
lebih luas lagi permasalahan ini, oleh karenanya penulis mengangkat
permasalahan ini dengan judul “kewajiban zakat fitrah bagi anak diluar nikah
dan aplikasinya di masyarakat”
B. Perumusan
Masalah
Dari uraian latar belakang
masalah tersebut nampak adanya permasalahan yang perlu di kaji mengenai
kewajiban zakat fitrah bagi anak diluar nikah yaitu adanya pro dan kontra
tentang boleh dan tidaknya zakat fitrah bagi anak diluar nikah yang dikeluarkan
bapanya. Adapun masalah-masalah yang akan di kaji melalui penelitian ini
penulis rumuskan sebagai berikut :
1.
Bagaimana pendapat para ulama terhadap kewajiban zakat fitrah bagi anak
diluar nikah?
2.
Bagaimana aplikasi kewajiban zakat fitrah bagi anak
diluar nikah di masyarakat?
C. Tujuan
Penelitian
1.
Untuk mengetahui tinjauan hukum Islam terhadap
kewajiban zakat fitrah bagi anak diluar nikah.
2.
Untuk mengetahui bagaimana aplikasinya di masyarakat
mengenai kewajiban zakat fitrah bagi anak di luar nikah.
D. Kerangka
Pemikiran
Sebagai dasar acuan dari
kerangka teori ini antara lain diambil dari firman Allah S.W.T diantaranya surat At-Taubah ayat 103 yang berbunyi :
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu
membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk
mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan
Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”(Q.S. At-Taubah:103)[12]
“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksan”.(Q.S. At-Taubah;60)[13]
Ayat-ayat tersebut merupakan dasar hukum
mengenai kewajiban zakat. Baik zakat maal, zakat fitrah maupun zakat lainnya.
Sebaliknya, ajaran Islam memberikan peringatan dan ancaman keras terhadap
orang-orang yang enggan mengeluarkan zakat. Di akhirat kelak harta benda yang
disimpan dan ditumpuk tanpa dikeluarkan akan berubah menjadi azab bagi
pemiliknya.[14]
Sesungguhnya arti zakat fitrah itu sendiri
ialah zakat yang wajib disebabkan berbuka dari puasa Ramadhan. Ulama fikih
menamai zakat fitrah dengan zakat ar-Ruus (zakat kepala) zakat
al-Rikob (zakat perbudakan), zakat al-Abdan (zakat badan). Yang
dimaksud dengan badan disini adalah pribadi atau perorangan yang merupakan
lawan dari jiwa dan nyawa.[15]
Menurut Imam Sayid Bakri Syatha zakat fitrah
bagia anak di luar nikah dikeluarkan oleh ibunya karena sesungguhnya ibunya
yang wajib menafkahinya. Tapi dalam aplikasi dalam masyarakat zakat fitrah bagi
anak diluar nikah dikeluarkan oleh bapanya.[16]
Tujuan zakat yang terutama adalah
membersihkan harta kekayaan dari percampuran harta yang haram atau yang
syubhat. Karena didalamnya terdapat hak orang lain, membersihkan jiwa
orang-orang yang kaya dari penyakit kikir, tamak, rakus, egoistis dan ketiadaan
rasa belas kasihan serta kesetiakawanan terhadap sesama muslim dan atau manusia
pada umumnya, serta menumbuhkan rasas persaudaraan san kesetiakawanan sesama
muslim.[17]
E. Langkah-Langkah Penelitian
Dalam penelitian ini,penulis menggunakan penelitian library research
adapun langkah-langkah yang di gunakan penulis adalah sebagai berikut:
1. Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data dalam penelitian ini, penulis menghimpun dan
mengumpulkan data melalui membaca buku-buku yang ada hubungannya dengan
penelitian ini. Kemudian penulis jadikan bahan dan sumber telaahan bagi
pengolahan data yang di lakukan.
2. Pengolahan Data
Setelah data-data terkumpul, kemudain penulis mengolah data dengan
menggunakan metode induktif yaitu pengolahan data yang bersifat khusus untuk di
tarik suatu yang besifat umum.
3. Teknik
Penulisan
Penulisan skripsi ini berpedoman pada:
- Buku pedoman karya ilmiah IAIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten Fakultas Syari’ah dan Ekonomi Islam tahun 2008
- Penulisan Al-Qur’an. Penulis berpedoman pada Al-Qur’an dan Terjemahnya yang diterbitkan oleh Departemen Agama RI tahun 1989
- Penulisan hadits dikutip dari kitab aslinya, namun apabila terjadi kesulitan penulis mengambil dari buku rujukan yang ada.
F.
Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan pembahasan skripsi ini, penulis menyusun skripsi dalam lima bab dan masing-masing
bab terdiri dari beberapa sub bab. Adapun secara sisitematis bab-bab tersebut
adalah sebagai berikut :
Bab Pertama merupakan
pendahuluan yang meliputi latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan
penelitian, kerangka pemikiran, langkah-langkah penelitian dan sistematika
penulisan.
Bab Kedua menguraikan
kewajiban zakat secara umum yang terdiri dari pengertian, dan macam-macam
zakat, dasar hukum zakat, subyek obyek zakat, serta hikmah zakat.
Bab Ketiga menguraikan tentang
zakat fitrah dan anak diluar nikah menurut Islam yang terdiri dari uraian
tentang zakat fitrah dan anak diluar nikah menurut Islam
Bab Keempat menguraikan
tentang tinjauan hukum Islam mengenai kewajiban zakat fitrah bagi anak dilkuar
nikah yang terdiri dari pendapat para ulama mengenai kewajiban zakat fitrah
bagi anak diluar nikah dan aplikasi kewajiban zakat fitrah bagi anak di luar
nikah di masyarakat
Bab Kelima penutup berisi
kesimpulan dan saran-saran.
[1] M. Zaidi
Abdad, Lembaga Perekonomian Umat di Dunia
Islam, (Bandung:
Angkasa, 2003), P.22
[2] Ibid, P. 23
[3] Ibid,
P.24
[4] Yusuf
Qardhawi, Al-Ibadah Fil Islam,
(Beirut: Muassasah Risalah, 1993), P. 238
[5] Didin Hafiudin,
Zakat Dalam Perekonomian Modern, (Jakarta: Gema Insani
Press, 2004), P. 1
[6]
Al-Furqan Hasbi, 125 Masalah Zakat,
(Solo : Tiga Serangkai, 2005), P. 3
[7] Ibid
[8] M.
Baghir al-Habsy, Fikih Praktis1 Menurut
Al-Qur’an, As-Sunah dan Pendapat Para Ulama, (Bandung: Mizan, 2005), P. 273
[9]
Al-Furqon Hasbi, Op.Cit., P. 45
[10] M.
Hamdan Rasyid, Fikih Indonesia- Himpunan
Fakta-Fakta Aktual, (Jakarta:
Al-Mawardi Prima, 2005), P. 95
[11] Yusuf
Qardhawi, Hukum Zakat, (Jakarta :
Mizan, 1999), P. 95
[12] Hasbi
ash Shiddieqi, Al-Qur’an dan Terjemahnya,
(Jakarta: Depag RI, 1989), P. 298
[13] Ibid, P. 288
[14] Al-
Furqon Hasbi, Op. Cit, P. 4
[15] Ibid, P. 47
[16] Imam
Sayid Bakri Syatha, Kitab I’anat-ath-thaalibin
Juz 4, (Indonesia: Da’ru Ahya al- Kutub Arabiyah, 1879), P. 48
[17] Rasyid,
Op. Cit, P. 16
Tidak ada komentar:
Posting Komentar